10/02/2015 04:17:00 PM
0
Seorang istri mengeluhkan keadaannya yang telah sekian lama tidak didatangi suami (dikumpuli/senggama). Seorang istri lainnya bahkan sejak menikah hingga hampir 2 tahun pernikahannya belum disentuh. Padahal sang suami tidak dalam keadaan sakit dan mempunyai kemampuan untuk melakukan itu. Kawan-kawannya pun tidak kurang-kurang menasehatinya. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat untuk keduanya (kalau baca).

Ibnu Qoyyim Al Jauziyah menuliskan dalam buku at-Thibb an-Nabawi tentang manfaat jima’, yaitu ; (1) Reproduksi dan mempertahankan kelangsungan umat manusia, (2) Mengeluarkan sperma yang apabila ditahan (di skortum) dapat membahayakan tubuh (menimbulkan penyakit yang buruk, seperti was-was atau depresi) serta (3) Meredakan libido (memenuhi hasrat seksual), yakni meraih kenikmatan dan menikmati karunia Allah yang kelak akan terpuaskan secara sempurna di surga.

Sebagian ulama salaf mengatakan, “Manusia hendaknya tidak meninggalkan 3 hal, yaitu : (1) Berjalan kaki dalam kesehariannya sesuai kebutuhan, (2) Makan, karena jika tidak ususnya akan menyusut dan (3) Bersenggama, karena sumur itu bila tidak dikuras, airnya akan meluap.

Muhammad bin Zakaria berkata, “Barangsiapa mengabaikan bersenggama dalam waktu lama, maka organ-organnya melemah, sarafnya menegang, aliran sperma akan tersumbat dan zakarnya mengecil.” Hal ini berlaku pula untuk wanita.

Ibnu Hazm berkata “Lelaki diwajibkan mencampuri istrinya, minimal sekali dalam satu masa suci, jika ia mampu melakukannya. Kalau ia tidak mau melakukannya, berarti ia telah melanggar ketetapan Allah : “Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu…” (QS al Baqarah 222)

Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Wajib bagi seorang suami menyampuri istrinya dengan cara yang patut, karena hal itu merupakan hak istri yang paling kuat terhadap suaminya, lebih besar daripada hak mendapatkan makan." Ada yang mengatakan senggama itu wajib (minimal) empat bulan sekali dan ada juga yang mengatakan sesuai dengan kebutuhan istri dan kemampuan suami.

Dalam suatu pernikahan, suami dan istri masing-masing mempunyai hak dan kewajiban atas satu sama lain secara seimbang. Sebagaimana firman Allah: “…Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf..”(Al-Baqarah : 228). Begitupun halnya para suami juga diperintahkan agar selalu memperhatikan dan mempergauli istrinya dengan baik, termasuk nafkah batin. Allah Ta’ala berfirman : “…Dan bergaullah dengan mereka (istri) dengan cara yang baik.” (Qs. An-Nisa’ : 19) Wallahu’alam bisshowab

0 komentar:

Plan Your Work and Work Your Plan

Plan Your Work and Work Your Plan