5/07/2016 08:57:00 AM
0



Dulu kita pernah mendengar ungkapan ‘Kalau bulan bisa ngomong’, sekarang mari kita tengok apa yang bisa dikatakan guling dan bantal di balik bilik pasutri. Berapa banyak istri yang merasa telah memiliki seluruhnya sang suami, sehingga tak lagi mempedulikan keadaan dirinya. Baginya tokh tidak berdosa, di hadapan suami tanpa dandanan dan wajah tanpa riasan. Tanpa harum aroma parfum dan pakaian seadanya. Sementara saat berbicara hanya mangadukan naiknya harga sayuran, lelahnya mengurus anak dan rumah, mahalnya biaya pendidikan serta mengeluhkan teman, saudara dan tetangganya. Suaminya pun mendengarkan dengan tidak sabar. Dan saat mendekatinya, ia hanya mendapati bau masakan di tubuh istrinya, muka masam dan wajah lelah yang lantas tertidur lelap. Maka sang suami pun mengurungkan niatnya dan mengendur hasratnya. Ia hanya mampu menatap guling dan bantal dengan perasaan gelisah.

Berapa banyak suami yang setelah seharian di luar rumah, sepulang kerja dalam keadaan amat lelah. Lalu menghabiskan seluruh makanan yang dihidangkan serta bergegas menuju ranjang tidurnya sambil sibuk mengutak atik hp-nya dan tertidur pulas. Dengan naifnya ia langsung terlelap dengan mimpi tidurnya, tanpa sempat sedikit pun melirik indahnya gaun yang dikenakan sang istri ataupun aroma parfum yang menyelimuti tubuh dan ruangan. Sedangkan sang istri tidak berdaya dan hanya bisa mengadu kepada bantal dan gulingnya.

Tidak jarang pasutri yang banyak memuji perilaku pasangannya yang sangat baik serta kemuliaan akhlaqnya pada tahun-tahun awal pernikahan, tetapi semua kebaikan itu seolah menguap seiring perjalanan waktu karena lemahnya penjagaan. Dan salah satu pemicunya adalaha aktivitas hubungan seksual. Tiada lagi kehangatan dan hasrat menggebu laiknya pengantin baru. Seolah lilin cinta yang dahulu membakar kini telah padam nyalanya. Berganti suasana beku yang dingin dan membosankan. Setiap adegan percintaan pun seakan-akan hanya menjadi rutinitas penunaian kewajiban yang berakhir dengan saling beradu punggung di akhir adegan. Masing-masing tidak lagi memedulikan kebutuhannya sebagaimana masa awal pernikahan.

Para pakar di bidang hubungan pasutri telah sepakat bahwa ketidakharmonisan hubungan seksual adalah salah satu penyebab utama terjadinya berbagai permasalahan rumah tangga. Dari mulai kekerasan dalam rumah tangga, penyimpangan seksual, stress, perselingkuhan, hingga berakhir dengan perceraian. Sebagian mereka merasa malu kalau membicarakan problem seksual yang mereka alami dan membiarkannya memburuk.

Ibnul Jauzy dalam kitab Shaidul khatir mengemukakan, “Karena membuka aurat dan melakukan hubungan badan yang terjadi pasca pernikahan adalah sesuatu yang ditolak oleh jiwa-jiwa yang mulia, maka syahwat yang mendorong melakukannya pun diciptakan, supaya tujuan pernikahan bisa tercapai. Setelah merenungkan lebih mendalam lagi, aku berhasil menyimpulkan bahwa tujuan utama pernikahan --lahirnya keturunan, rupanya diperkuat tujuan lain, yakni mengeluarkan air mani hingga habis, di mana ia akan mendatangkan bahaya bila ditahan dalam waktu yang lama. Air mani yang tertahan akan melahirkan berbagai macam penyakit, memunculkan beraneka warna pikiran negatif serta melahirkan cinta buta, was-was dan gangguan-gangguan lainnya. “

Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa : Pertama, seksualitas adalah aktifitas biologis yang berhubungan erat dengan eksistensi manusia dan kelestarian kehidupan sebagai tujuan utama pernikahan. Siapapun orangnya dan di belahan bumi manapun ia pasti akan mengetahui kebutuhannya untuk memenuhi naluri ini.

Kedua, aktifitas seksual hampir tidak bisa dipisahkan dengan aktivitas emosional yang berkaitan erat dengan perasaan seseorang yang paling dalam dan pembentukan kepribadian. Sehingga pasutri hendaknya tidak terperangkap dalam berbagai kesalahan yang menyebabkan terjadinya kegagalan dalam aktivitas ini, yang bisa berakibat kegagalan hidup berumah tangga secara keseluruhan.

Rasulullah saw mengajarkan bagaimana etika mengumpuli istri. Apa yang harus diucapkan sebelum berjimak dan bagaimana mengawali persenggamaan. Bahkan, beliau juga menasehatkan agar tidak terburu-buru menyelesaikan hajat sebelum istri menyelesaikan hajatnya.

Dr. Karim Asy-Syadzili mengungkapkan, “Orang yang memperhatikan as-sunnah akan mendapati sebuah manhaj yang sempurna yang mengatur seluruh hubungan sosial tak terkecuali hubungan seksual. Jika kita memperhatikan kitab-kitab fikih akan melihat dengan jelas bahwa kitab-kitab itu memuat lebih dari 100 hukum fikih berkenaan dengan hubungan seksual (secara syar’i ataupun tidak).”

(Dimuat pada rubrik "Pernik Keluarga" Majalah Arsada Edisi Mei 2016)

0 komentar:

Plan Your Work and Work Your Plan

Plan Your Work and Work Your Plan