11/19/2011 01:33:00 PM
0

Antara Pria dan Wanita

Allah Taala mengaruniakan pada diri suami sifat kepemimpinan sehingga dia mampu menjadi nakhoda dan pemeliharanya. Ia cenderung mampu memenuhi kebutuhan, otoritas, kekuatan dan menyelesaikan masalah. Sehingga paling tidak nyaman jika sifat-sifat ini kemudian diremehkan.

Secara umum wanita ditakdirkan memiliki kepekaan emosi, penuh cinta dan romantis. Ia merindukan telinga yang mau mendengar, hati yang mau memahami dan perasaan yang selalu ingin dimengerti. Karena kelembutannya, Rasulullah shalallaahu alaihi wasallam menyebutnya qowarir (kaca).

Istri Ingin Dimengerti, Suami Ingin Dihargai

Memang sudah jadi tabiatnya, suami maunya dihargai dan istri maunya dimengerti. Menjadi tidak sehat jika tuntutannya terlalu berlebihan, suami yang terlalu ingin dihargai (gila penghargaan) atau istri yang terlalu ingin dimengerti (maunya dilayani terus). Yang terjadi kemudian, hal-hal kecil dianggap besar, sedangkan hal-hal besar justru menjadi luput mendapatkan porsi perhatian. Meja kerja yang sedikit acak-acakan atau salah meletakkan toples, saja bisa jadi masalah, tetapi suami yang kerjaannya nonton tv saja malah dibiarkan. Masakan istri yang tidak enak disoalkan atau istri yang lupa menyiapkan baju kerja membuat suami marah besar, tetapi istri yang tidak cermat menutup aurat atau istri yang menunda-nunda waktu sholat malah dibiarkan. Bisa jadi, dari hal-hal seperti inilah konflik rumah tangga bermula atau bahkan inilah salah satu bentuk konfliknya. Yang pasti, setiap pelanggaran terhadap syariat Allah sekecil apapun pasti mengundang konsekuensi. Dan jika ini tidak disadari akan berkelindan menjadi konflik suami istri yang berkepanjangan.

Ada yang namanya dinding tak kasat mata berupa komunikasi. Tidak sedikit pasutri yang tidak punya keberanian membicarakan permasalahan atau percekcokan mereka. Yang ada, mendiamkan satu sama lain sampai mereda kemudian seolah tidak ada masalah diantara mereka. Ibarat api dalam sekam, setiap saat bisa meledak jika disulut. Sehingga dosa-dosa dan kesalahan masing masing yang sebelumnya tidak terungkap, meledak menjadi sebuah kesimpulan : ‘suamiku tidak mengerti aku’ dan ‘istriku tidak menghargai aku’. Bahkan lebih dahsyat dari itu, ‘suamiku buruk sekali’ atau ‘istriku jelek sekali’, dst. Naudzubillah.

Ya, bahwa sebuah hubungan itu berproses. Namun proses itu bagaimanapun harus dijalani, karena proses itu terdiri dari kumpulan hari, jam, menit bahkan detik. Sekecil apapun sesulit apapun pasti bisa dicarikan jalan keluarnya. Dan menjadi jauh lebih mudah, jika menikmati proses itu setiap menitnya. Dibicarakan sejak awal, diselesaikan sejak dini, sehingga tidak ada satupun konflik yang tidak terpecahkan. Karena jauh lebih mudah memindahkan batu kerkil daripada sebuah gunung.
”Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik amalnya." 
"Dan seburuk-buruk manusia adalah yang panjang umurnya dan buruk amal (kelakuan)nya.”

Alangkah eloknya hidup ini, jika kita tidak hanya bisa menjalaninya, tetapi juga menikmati setiap detiknya. Sehingga ketika di akhirat nanti kita mendapati satu jam saja lebih lama hidup kita dari orang lain, kita mendapati amal kita berbeda antara langit dan bumi dengannya.

Wallahu’alam.

0 komentar:

Plan Your Work and Work Your Plan

Plan Your Work and Work Your Plan